
Saat ini terdapat 160 Izin Usaha Pertambangan di Provinsi Maluku Utara sesuai daftar IUP hasil rekonsiliasi Direktotarat Jendral Mineral Dan Batu Bara yang diumumkan pada tanggal 30 juni 2011, dapat kami rincikan sebagai berikut; 1). Kabupaten Halmahera Utara Memiliki 8 IUP dengan Lahan Terpakai 48.183,43 Ha, 2). Kabupaten Halmahera Selatan Memiliki 28 IUP dengan Lahan Terpakai 149.171,91Ha, 3). Kabupaten Halmahera Timur Memiliki 15 IUP dengan Lahan Terpakai 54.328,1 Ha, 4). Kabupaten Kepulauan Sula Memiliki 97 IUP dengan Lahan Terpakai 332.196,6 Ha.
Dari luasan wilayah yang ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan sebagaimana yang termuat pada IUP masing-masing daerah, tentu saja akan mengancam kondisi ekologis daerah setempat serta pemanfaatan ruang. Dari 4 kabupaten yang menerbitkan IUP tersebut yang perlu mendapat kajian kembali adalah IUP yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan dan Kabupaten Kepulauan Sula.
Sepengetahuan kami, untuk kabupaten halmahera selatan untuk wilayah pertambangan sebagian besar berada di pulau Obi, berdasarkan data yang kami ketahui bahwa Kabupaten Halmahera Selatan khususnya Pulau Obi dengan diterbitkanya 28 IUP untuk lahan terpakai sebesar 149.171,91Ha sangat tidak layak dan bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan dibidang Kehutanan, Pertanian, Hoertikultura, Tata Ruang dan UU lainya, mengingat Luas Daratan Pulau Obi adalah 2.542 KM2 atau setara dengan 254.200 Ha. Artinya hampir 60% Pulau Obi adalah Wilayah Pertambangan, sementara Perkebunan dan Pertanian adalah mata pencarian pokok masyarakat disana.
Lebih parah lagi Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Kepulauan Sula sesuai hasil rekonsiliasi Dirjen Minerba memiliki 97 Izin Usaha Pertambangan dengan lahan terpakai 332.196,6 Ha. Sementara luas daratan Kabupaten Kepulauan Sula (Sulabesi = 527,8 Km2, Mangoli=1.223 Km2, Taliabu=2.923 Km2) sehingga total luas daratan kabupaten kepulauan sula = 4.796 Km2 atau setara dengan 479.600 Ha. Artinya wilayah pertambangan kabupaten kepulauan sula itu 70% dari total wilayah darat kabupaten kepulauan sula. Kondisi ini tentunya sangat bertentangan dengan kondisi yang ada di daerah, bahwa masyarakat sula hampir sebagain besar mata pencariannya adalah petani dan nelayan. Dari data statistik Kabupaten Kepulauan Sula luas Kawasan Hutan = 268.486 Ha atau sama dengan 55.9% Luas Daratan Kepsul, Luas Lahan Pertanian Rakyat 24.743,56 Ha atau sama dengan 5,1% Luas Daratan Kepsul dan Luas Perkebunan Rakyat 19.110,9 Ha atau sama dengan 4% Luas Daratan Kepsul. Kalau Wilayah Pertambangan di Kabupaten Kepulauan Sula di biarkan 70% dari total luas daratan, lalu bagaimana dengan Kawasan Pedesaan, Kawasan Perkotaan, dan Kawasan Strategis lainnya? Ini jelas-jelas sudah tidak sesuai dengan pemanfaatan ruang dalam suatu daerah.
Olehnya itu, perlu Dinas Teknis dalam hal ini Dinas Pertambangan untuk mengkaji ulang IUP yang ada dan kalau benar-benar bertentantangan dengan peraturan yang lebih tinggi maka IUP yang ada perlu ditinjau kembali sesuai ketentuan yang berlaku, bila perlu masyarakat atau LSM melakukan somasi atas penerbitan izin seperti ini. Dilain itu juga agar Dinas Pertambangan harus lebih serius dan teliti dalam memberikan pertimbangan teknis kepada gubernur sebelum Rekomendasi Perizinan IUP itu ditandatangani oleh Gubernur.
Lewat kesempatan ini juga kami mengaharapkan, agar dinas Kehutanan Provinsi agar lebih berhati-hati dalam memberikan rekomendasi Ijin Pemakaian Kawasan Hutan bagi kegiatan Pertambangan. Dalam waktu dekat Komisi III akan memanggil Dinas Pertambangan untuk merevisi Perda Minerba yang telah ada karena tidak sesuai lagi dengan semangat perundang-undangan minerba saat ini. Paling tidak juga dalam revisi nanti harus juga diatur mengenai batas luasan IUP yang diterbitkan per waktu, sehingga jangan sampai IUP ini dijadikan bisnis bagi kepala daerah saat berkuasa.
Mudah-mudahan lewat pembobotan materi Ranperda RTRW Provinsi nanti, juga harus memperhatikan mengenai Wilayah Pertambangan sehingga dapat diboboti dengan baik agar kedepan ini menjadi acuan pemerintah kabupaten/kota dalam mengatur/menentukan/penerbitan IUP di daerahnya. Mengingat Penerbitan IUP harus sesuai dengan RTRW sebagaimana ketentuan perundang-undangan dibidang minerba.